Anak Pertama dari Bapa Budi Priyatna dengan Mamah Nina. Dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1983. Sejak kecil telah dekat dan disayangi olèh Mini (Tini Surtiningsih), Kaka Perempuan Ke-2 Budi Priyatna, Anak Perempuan Ke-2 Soemantri Dendadimadja. Terlihat di dalam foto ini, Diana kecil melihat ke arah Telaga, pada saat keluarganya menatap kamèra. Bapa Budi Priyatna mengenakan baju berwarna kuning, Mini (Tini Surtiningsih) mengenakan pakaian bermotif kotak-kotak warna hijau, Mang Gatot Soemantri mengenakan kaos berwarna hijau yang mana postur tubuhnya paling tinggi di antara semua yang ada di dalam foto, Atih mengenakan pakaian berwarna putih-putih, Ibu Ai Ratmah mengenakan kebaya di sebelah Mang Gatot, dan di depan Ibu Ai adalah Bi Nunung (Bi Enung), istri Mang Gatot. Penulis berjakèt mèrah berdiri di depan Mang Gatot.
Masa kecil Diana dilaluinya di 3 tempat di Kota Bandung.
Pertama, sejak dilahirkan hingga berusia sekitar 2 taun, berdomisili di Taman Sari, Kota Bandung, bersama Bapa Budi Priyatna, Mamah Nina Yulia, penulis, dan kemudian Irma Apriani Priyatna.
Ke-dua, kemudian pindah, bersama Bapa Budi Priyatna, ke Jalan Nilem II nomer 7, Kota Bandung, ke rumah kediaman Aki Soemantri Dendadimadja, Ibu Ai Ratmah bin Mama Ilyas, beserta Bapa Budi Priyatna, dan beberapa anak-anak Aki Soemantri yang pada saat itu masih pada lajang, di antaranya: Mang Dedy, Mang Yuyu, serta Mini (Tini Surtiningsih). Kepindahan Diana dan Bapa Budi Priyatna ini sehubungan peristiwa perceraian pernikahan antara Bapa Budi Priyatna dengan Mamah Nina Yulia. Di tempat ini, Diana dan penulis diberikan pengajaran mengaji olèh Mini dan Bapa Budi, tanpa secara langsung, yang mana kami dikursuskan kepada Ibu Ining atas biaya dari Mini. Bu Ining adalah seorang Guru Ngaji di Nilem, dan bersama-sama pula dengan murid lainnya, bernama Ichsan Nugraha, sahabat penulis. Kami bertiga rutin belajar ngaji di rumah Bu Ining selepas aktivitas sekolah reguler.
Ke-tiga, beberapa tahun Diana berdomisili di Jalan Nilem, serta bersekolah di sana (Taman Kanak Kanak Delima dan Sekolah Dasar Negeri Nilem IV), kemudian pindah ke Jalan Parakan II A (sekarang Jalan Parakan Wangi), Kota Bandung, sehubungan terjadi musibah kebakaran atas bangunan rumah kediaman Aki Somantri Dendadimadja. Saat itu, Ibu Ai Ratmah telah meninggal, dan Aki beserta Bapa Budi Priyatna hijrah mengungsi ke rumah kediaman Atih (Tien Hertina) di Parakan. Penulis yang pada saat itu juga lagi berada di dalam pengasuhan dan pengasihan keluarga Aki Somantri, dibawa turut hijrah ke tempat Atih, yang pada saat itu hidup bersama 3 orang anaknya dari Papah (Komara Achmad Hidayat): A Novi Ganjar Nugraha (A Ganjar), Tèh Lita Ningrum Yatmikasari (Tèh Nènèng ataupun Tèh Lita) serta Tèh Sylvia Lukitasari (Tèh Ichi), beserta Bi Titing yang membantu pekerjaan-pekerjaan Atih di rumah sehubungan pada saat itu Atih mempunyai beberapa aktivitas bisnis keputrian, seperti: senam dan rias. Dan Irma Apriani Priyatna, Adik Kandung Bilateral Diana Januati Priyatna, telah hadir terlebih dahulu dan diasuh olèh Atih di rumah ini, sebelum penulis dan Diana ikut tinggal di sana. Di tempat kediaman Atih ini, kami bertiga (Diana, Irma, dan penulis) diberikan pengajaran ngaji olèh Mini dan Atih melalui kursus kepada Ustadz Faqih, seorang Guru Ngaji yang kediamannya dekat dengan kediaman Atih. Adapun Atih dan Mini sama-sama membiayai pendidikan kami bertiga.
Memasuki usia Sekolah Menengah Pertama, Diana pindah dari kediaman Atih di Parakan, dan ikut bersama Mini (Tini Surtiningsih) ke kediamannya di Jalan Pasigaran, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupatèn Bandung. Hal ini disebabkan pada saat itu Atih beserta anak-anaknya hijrah ke Kota Bekasi, dan Mini mèmang tiada mempunyai anak, sehingga leluasa guna mengasuh dan mengarahkan pendidikan dari beberapa orang suannya, termasuk Diana dan penulis (kami dimajajikannya sebagai anak).
Adapun Bapa Budi yang pada saat itu belum berkehendak menikah lagi setelah perceraiannya dengan Mamah Nina, pindah kembali bersama Aki Soemantri ke rumah lamanya di Jalan Nilem yang telah dipugar kembali. Jadi, seperti juga penulis, Diana tiada ikut dengan para orang tua kandungnya, baik Ibu Kandungnya (Nina Yulia), maupun Ayah Kandungnya (Bapa Budi Priyatna). Sedangkan Irma, ikut dengan Atih, hijrah mendekati Ibukota.
Diana melanjutkan bersekolah di SMP Negeri 34 Bandung, di Jalan Waas (dekat Parakan, kini menjadi pintu masuk ke Perumahan Batu Nunggal) yang mana setiap hari-hari belajarnya harus berangkat pulang-pergi menempuh jarak yang cukup jauh, dari Dayeuhkolot ke Bandung (meskipun secara lokasi Dayeuhkolot adalah kecamatan yang termasuk Kabupatèn Bandung, namun pada umumnya orang-orang mèmbèdakannya dengan Kota Bandung). Biaya pendidikannya ditanggung olèh Mini (Tini Surtiningsih) dan Bapa Budi Priyatna.
Selepas SMP, Diana melanjutkan pendidikan formalnya di SMA 21 Bandung, daèrah Ciwastra, Jalan Rancasawo. Sama seperti masa SMPnya, setiap hari-hari belajanya ditempuh dengan perjalanan bolak-balik yang cukup jauh dari Dayeuhkolot ke Ciwastra menggunakan Angkutan Kota (Angkot).
Dalam usia SMAnya ini, Diana pernah mengalami kecelakaan, jatuh pada saat belajar mengendarai sepeda motor. Terjadi kerusakan struktur pada tulang rahang bawahnya sehingga memerlukan perawatan dari layanan Rumah Sakit secara intensif.
Uniknya, saat ini Diana bekerja di perusahaan pembiayaan (kendaraan bermotor), setelah sebelumnya pernah mempunyai pengalaman bekerja di perusahaan penyedia layanan perparkiran, dengan keahlian yang sejalan dengan pendidikan Diplomanya dalam bidang Manajemen Informatika, yang ditempuhnya di Politeknik Piksi Ganesha, Bandung pada Program Diploma III. Tuntas ditempuh dengan menyusun Tugas Akhir bertèmakan Sistem Absènsi Karyawan.
Sejauh yang penulis ketahui, Diana sempat mempunyai kedekatan hubungan dengan beberapa teman laki-lakinya pada waktu yang berbèda-bèda. Dengan Eri, pada saat merèka menjalani studi Diplomanya, sering belajar dan menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Dengan Arlin, yabg merupakan teman sepekerjaannya, pada saat Diana pertama kali bekerja setelah lulus kuliahnya, yaitu bertugas kerja absèn di PT. SUN PARKING, Kota Bandung. Lalu setelah pindah bekerja di Jakarta, Diana akrab dengan Steven (Steven Victor Imanuel), dan dengan laki-laki inilah kemudian Diana menjalani rumah tangga.
Pada saat akan menikah dengan Steven, Diana dan Steven mengalami kesulitan secara administrasi dalam negeri sehubungan merèka berdua tercatat berbèda Agama, Diana sejak kecil beragama Islam, sedangkan Steven beragama Protèstan. Salahsatu di antaranya harus ikut kepada agama yang dianut olèh pasangannya. Hasil rembukan merèka, Diana yang akan ikut kepada Agana Protèstan yang lagi dianut olèh Stèven. Dalam kara ini penulis sempat protès, dan komunikasi di antara penulis dengan Diana sempat menjadi kurang akrab. Diana dan Steven menikah. Namun setelah belajar memahami hakèkat ketuhanan melalui praktèk dzikir, penulis memahami yang dimaksud dengan Irodat Alloh, suatu taqdir. Maka akhirnya fanatismeu penulis ditariknya ke dalam diri, bukan formalitas di permukaan syariat saja. Kamipun akrab kembali, dan saling menyayangi serta menghargai.
Saat ini Diana berdomisili di Jakarta. Tinggal bersama Steven dan Fabrizio Rafaèl (keponakan penulis), serta Mamah Nina Yulia (Ibu Kandung penulis dan Diana). Merèka berdua (Diana dan Steven), sama-sama bekerja di perusahaan yang bergerak dalam bidang pembiayaan pembelian kendaraan bermotor ('lising'). Diana bekerja absèn di PT. ANDALAN FINANCE, sedangkan Steven bekerja sebagai lègal officer di 'lising' lainnya.
PILIHAN SELANJUTNYA:
1. Kembali ke Bapa Budi Priyatna.
___
Suntingan-1: 19/09/2018: menautkan LINK: Ichsan Nugraha, sebagai instrumèn.
No comments:
Post a Comment